Akhirnya saya pun menginjakkan kaki di Siem Reap setelah melalui sekitar 6 jam perjalanan dan sekali transit di Changi, Singapura dengan pesawat Singapore Airlines (SQ) Jakarta - Singapura dan Silk Air untuk Singapura - Siem Reap. Penerbangan dari Singapura - Siem Reap merupakan penerbangan yang paling berkesan setelah sekian kali bepergian. Cuaca yang kurang bersahabat (kabut tebal) mengakibatkan goncangan hebat pada pesawat sehingga tak jarang kedengaran teriakan-teriakan kegamangan dari penumpang. Alhamdulillah, akhirnya pesawat sampai di Siem Reap sore hari pada pukul 16.00, cuaca masih cukup terang. Saya dan seorang teman memutuskan untuk naik taksi dengan tarif 1 USD, padahal pihak hotel rencana tempat kami menginap sudah menyediakan jemputan "Tuk-Tuk", angkota tradisional khas Kamboja. Tapi angin sore sepertinya berhembus lumayan kencang, takut masuk angin akhirnya kami putuskan naik taksi saja.
Memperhatikan suasana Siem Reap sepanjang perjalanan bandara menuju hotel, rasanya saya masih berada di Indonesia, tapi di sebuah kota kecil yang masih bersahaja, sederhana dan terkesan masih dalam proses pembangunan. Apalagi melihat orang-orangnya yang notabene masih serumpun dengan orang indonesia, warna kulit, rambut, cara berpakaian dan sekilas gaya hidupnya masih bernuansa Indonesia. Bedanya, hampir sepanjang jalan, di kiri dan kanan, dipenuhi hotel-hotel atau guest house yang membuat saya bertanya-tanya market seperti apa yang digarap disini.